Skip to main content

Malaysia, Kawan Atau Lawan


“Belasan Ribu TKI Dideportasi dari Malaysia”
“Ramaikan Musik Punk Underground, WNI Ditangkap di Malaysia”
“RI Protes ke Malaysia Ihwal Insiden Heli Sebatik”
“Iklan Malaysia Hina Indonesia, Kata Distributor?”
Begitulah judul-judul berita dalam Tempo.co jika kita mengetik dan mencari dengan kata kunci “Hubungan Indonesia dengan Malaysia”. Masih banyak kita temui hubungan yang kurang harmonis antara kedua negara. Meskipun dalam tataran politik tentu tidak ada masalah pada kedua negara, diluar konfrontasi 1963-1966. Pun saat Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia melakukan kunjungannya ke Malaysia secara perdana pada Februari 2015 lalu, media-media Malaysia membahasnya dengan harapan Jokowi dan Pemimpin Malaysia dapat memperbaiki hubungan kedua negara yang mudah tersulut api. Tentu itu menjadi penegasan, jika hubungan antara kedua negara ini kurang harmonis. Maka, disini mari membahas hubungan kedua negara, kondisi kedua negara saat ini melalui pengalaman saya berkunjung kebeberapa wilayah di Indonesia dan sekali ke Kuala Lumpur Malaysia September 2015 lalu.
Hubungan antara Indonesia dan Malaysia sudah terjalin jauh sebelum kedua negara ini terbentuk. Sebelumnya wilayah yang sekarang ditempati oleh kedua negara (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Malaka) memiliki hubungan dekat secara suku, yaitu melayu. Sejarah menunjukan jika dalam wilayah itu sering terjadi perpindahan kekuasaan, misalnya saja Kerajaan Sriwijaya yang kekuasaannya mencapai malaka. Hubungan perdagangan antara kedua daerah juga berjalan dengan baik. Pada abad ke 16 banyak terjadi pertukaran barang dari kedua wilayah. Penduduk Malaysia saat itu tidak menganggap orang minangkabau maupun bugis sebagai orang asing, ini terbukti misalnya saja pada tahun 1742 rakyat selangor menerima Raja Lumu yang berasal dari Bugis sebagai Sultan mereka. Begitupun saat saya berkunjung september lalu ke Kuala lumpur saya sempat berjumpa dengan Pak Anwar, seorang keturuanan Batak yang telah puluhan tahun mencari nafkah di Negeri Jiran tersebut (Tetapi pak anwar ini masih WNI), beliau menyatakan, jika orang-orang malaysia ini bukanlah orang lain, mereka adalah saudara kita juga, berasal dari ras yang sama, suku melayu yang sama.
Memang benar, jika mayoritas orang malaysia adalah orang melayu, meski terdapat juga komunitas India-Melayu dan Tiongkok-Melayu, ini terlihat saat saya berada di kuala lumpur, selain yang sudah disebutkan, terdapat pula masyarakat dari komunitas Pakistan, dan daerah timur tengah yang lain, afrika, serta eropa. Disisi lain sebagian besar orang Indonesia juga orang Melayu, meliputi sebagian daerah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, selain Melayu tentu Indonesia lebih banyak lagi suku lokalnya, yang mencapai ratusan suku diseluruh wilayah Indonesia. Dari sini bisa dikatakan Indonesia dan Malaysia merupakan “saudara”.
 Tetapi romantisme antara kedua negara ini mulai berubah, terutama sejak perjanjian london pada 1824, yang membagi wilayah Indonesia dikuasai oleh Belanda, sedangkan Malaysia oleh Inggris. Perbedaan penjajah ini merupakan bagian sejarah penting yang menajdi cerminan perbedaan kedua negara hingga sekarang. Menurut Ustadz Jazir ASP, seorang budayawan, menyebutkan jika Inggris merupakan penjajah yang kaya, sehingga ketika menjajah sebuah wilayah, wilayah itu tidak hanya dikeruk hasilnya saja, tetapi juga dibangun fasilitasnya, dididik masyarakatnya. Berbeda dengan Belanda yang merupakan negara miskin saat itu, sehingga kegiatannya tak jauh dari penanaman paksa, kerja paksa, perebutan hasil petani, pengerukan tambang dan sumberdaya alam. Perbedaan karakteristik inilah yang membedakan Indonesia dan Malaysia hingga sekarang. Menurut Pak Anwar, Indonesia setelah merdeka tidak memiliki basis perekonomian, Bank pun tak ada. Sehingga pegawai banyak melakukan korupsi, yang bertahan hingga sekarang dan menjadi penyakit akut dari negeri gemah ripah loh jinawe ini. Beda dengan Malaysia yang telah dibangun oleh Inggris.
Selama ini Indonesia memandang Malaysia sebagai “adik” karena memiliki usia kemerdekaan lebih muda yaitu pada 31 Agustus 1995 sedangkan Indonesia seperti yang kita tahu merdeka pada 17 Agustus 1945. Selain karena usia kemerdekaan, proses kemerdekaan juga menjadikan Indonesia memandang lebih unggul, yaitu kemerdekaan lewat perjuangan. Sedangkan Malaysia lewat pemberian. Tapi kondisi sekarang, kita tertinggal dari mereka.
Berdasarkan pengalaman ke Kuala lumpur dan Ke Jakarta, sebagai sama-sama ibukota yang menjadi acuan untuk membandingkan kemajuan Negara tersebut. Masalah yang dihadapi oleh kedua ibu kota negara hampir sama seperti kemacetan, banyaknya pengangguran, pemukiman liar, banjir, dan lain sebagainya. Tetapi dalam penanganannya, kedua negara memiliki metode yang berbeda. Jika masalah itu kompleks, maka solusinya harus lebih kompleks lagi, selangkah lebih depan dari masalah. Misalnya dalam masalah kemacetan, terlihat kontras antara kedua ibu kota negara ini. Jika di Jakarta, kita melihat kemacetan panjang setiap jam berangkat maupun pulang kerja, juga kita melihat orang yang melawan arus jalan, di Kuala lumpur kita akan melihat transportasi lebih teratur. Disana, angkutan umum lebih diminati, karena banyak jenisnya, tepat waktu kedatangan dan sampainya, bebas macet, jalanannyapun bisa dibilang tingkat 4, pertama di subway ada LRT, di permukaan ada jalan biasa yang bisa dilintasi RapidKL, GOKL, maupun, berbagai kendaraan pribadi. Sedangkan jalan layang bertebaran di udara Kuala lumpur, selain itu ada Monorail yang menggunakan jalan khusus. Pilihan akan transportasi umum yang beragam menjadi alasan utama, selain itu, untuk membuat orang berpikir dua kali menggunakan kendaraan pribadi, parkir di Kuala lumpur relaif mahal, harga pakir mulai dari 1 RM per jamnya, jadi semakin lama kita parkir akan semakin mahal pula biaya yang kita keluarkan, maka sebagai masyarakat yang efektif dan efisien tentu akan lebih memilih angkutan umum. Dalam pendidikan, malaysia yang dulunya banyak belajar dari Indonesia dengan cara mengirim mahasiswanya dalam jumlah besar untuk menimba ilmu di Indonesia kini telah kembali dan membangun negaranya. Bahkan kini Indonesia harus belajar banyak dari malaysia. Dalam mengatasi pemukiman liar, Kuala lumpur memiliki daerah Kampung Baru yang dipenuhi banyak rumah susun, ini pula yang sedang dibangun di Jakarta, langkah yang cukup tepat. Karena tinggal dibantaran sungai, bukan hanya akan menganggu lingkungan, tetapi kesejahteraan dari masyarakat yang tinggal di bantarapun jauh dari harapan, maka sudah semestinya negara menyediakan ruang tinggal yang cukup. Hubungan antara Indonesia dan Malaysia, memanas jika telah membahas mengenai TKI, tentu masih lekat dengan kita iklan mengenai TKI yang dinilai banyak pihak sebagai penghinaan terhadap bangsa. Dan berbagai kasus lain tentang penyiksaan TKI dan lain sebagainya, tetapi memang dapat kita akui jika tidak semua TKI itu orang baik.

Sentimen negatif antara Malaysia dan Indonesia, dari masa lalu hingga kini menjadikan kita menolak untuk mengakui kemajuan malaysia. Maka bagi saya, akui saja mereka maju, dan kita, Indonesia akan melampauinya, bahkan negara lain. Jadi, bagaimana cara untuk menolak pengakuan kekayaan budaya Indonesia?. Satu caranya, lestarikan budaya kita, bukan hanya jawa sentris, tapi semua budaya yang ada di Indonesia. Bukankah kita sudah tau, jika Indonesia ini debentuk bukan karena kesamaan ras, bukan karena kesamaan suku, kita disatukan oleh nasib yang sama, itulah pernyataan Soekarno.
Maka, saya dapat mengatakan kalau Indonesia bisa lebih maju, kenapa? karena kesejahteraan adalah milik semua rakyat indonesia bukan hanya sebagianya saja. Kapan? secepatnya, as soon as possible. Bagaimana? sebagai rakyat dengan mendukung pemerintah, mengkritisi untuk kemajuan bukan mencela-cela apalagi tanpa dasar, sebagai pemerintah harus menjaga marwah dan amanah. Menjadi manusia anti korupsi dan pembelajar.
Beberapa waktu lalu saya juga sempat berdiskusi dengan pak Budi Purnomo, seorang ekonom kawakan dan dosen FEB UGM dalam seminar tentang melawan asap. Menyatakan bahwa kunci yang hilang dari Indonesia untuk menjadi negara maju adalah kebanggaan rakyatnya akan negaranya.
Cerminaan indonesia kedepan, bukanlah dikenal sebagai negara pemasok tenaga kerja kasar atau rumah tangga, tetapi manusia Indonesia haruslah dikenal sebagai manusia yang berfikiran maju, profesional, dan berkompeten. Mampu mandiri dan berdikari, menjadi negara maju dan ambil bagian dalam pembangunan global. Kita harus memulainya, memulai dari yang palaing dekat dengan kita. Diri kita sendiri.
Sumber:
http://www.sejarawan.com/255-sejarah-singkat-hubungan-awal-indonesia-malaysia.html



Gambar 1. Foto Bersama didepan Ikon Malaysia, Menara Kembar Petronas.

Comments

Popular posts from this blog

Pemikiran berkembang

Ada dua hal yg menjadi catatan bergaris bawah (selain catatan lainnya) dr lembar 1-35 Buku Tourism marketing 3.0 yang sedang saya baca. Pertama adalah pergeseran dari individual ke social, dalam konteks ini adalah inisiatif pada masyarakat yg merata saat ini, yaitu masyarakat yg akses pendidikan, pengetahuan, jaringan, komunikasi dapat terjangkau oleh siapa saja, inisiatif dan perubahan tidaklah hadir dari satu orang superpower, tetapi merupakan kolektif dalam komunitas atau kelompok masyarakat yg mempunyai kesamaan persepsi dan mau bergerak bersama. Maka kawan,  temukan 'squad/clan' dan berusahalah menjadi superteam untuk sebuah kebaikan, bukan (hanya) menjadi superman. Kedua adalah generasi (yg) tua akan berfikir bahwa pengalaman adalah pengetahuan paling berharga, padahal diera sekarang perubahan itu datang dengan begitu cepat dan masiv, maka masa depan akan sangat dinamis dan berubah dari kondisi yang lalu, maka jangan hanya sibuk menengok kebelakang tapi tataplah kedepan

Prof ODi#1 Edible Insect

Design by Media/Jaringan KSE 2017 Halooo, Assalammualaikum, senang sekali malam ini bisa bertatap chat dengan sarangers semuaa, semoga selalu sehat dan bahagia disana. Moderator: Sevi Ratna Sari 1. Mas Dodik, sebenarnya Edible Insect itu apa sih??? Temen2 pasti dah tau, secara bahasa mungkin dapat diartikan sebagai serangga yang dapat dimakan.Tapi dimensinya sangat luas, dengan inti adalah "Pangan". Dimensinya bisa ke arah bisnis, sosial masyarakat, kesehatan dan gizi, teknologi, konservasi. 2. Wah, luas sekali berarti ya mas...􀄃􀇏Moon cry􏿿  Jadi kalu mau dibuat spesifikasi, serangga pa saja mas yang berpotensi sebagai edible insect? Apakah semua serangga? Dan sebenarnya apa yang membuat serangga itu dapat dikonsumsi oleh manusia? Nah, ini juga yang waktu itu ditanyakan oleh dosen pembimbing skripsi (Drs. Ign. SUdaryadi, M.Kes) waktu awal-awal konsul. Menurut Van Huis et al. (2013) serangga yang dapat dikatakan sebagai edible adalah yang memenuhi kriteria:

Pasca Kampus dan Gaya Hidup

Sudah seharusnya dan sewajarnya pada masa post modern seperti sekarang kita merasakan masamasa pasca pendidikan, pendidikan formal khususnya. Karena pasca bangku sekolah sungguh banyak ladang ilmu yang masih perlu dicangkul, digali sari pati pelajarannya. Ilmuilmu praktis yang bisa langsung dipraktekkan dan seringkali langsung berdampak. Selain itu, pasca sekolah juga menjadi ladang, bagi merekamereka untuk mencangkul dan menanam harapan, menumbuhkan semangat dan menuai hasilnya, yg tidak hanya sendirian menikmatinya, tapi untuk bersama. Idealnya begitu. Tapi setelah menapakinya, tenyata masih hutan belantara, ladang yg ideal belum ditemukan. Ada beberapa kemungkinan, kita terjebak dan tersesat tanpa pernah membuat ladang itu terwujud, atau kita terpaksa menumpang ladang orang, menjadi follower saja. Atau pilihan yg kebanyakan millenial menyukainya adalah menjadi orang yg membuka lahan sendiri. Tapi ini berat kawan. Tapi bukan mustahil. Banyak sekali semak menyesatkan, lumpur pengh