Skip to main content

Diary Kecil


Sekapur Sirih
Awalnya aku binggung mau Membuat Cerpen seperti apa, sekian lama aku mencari ide, akhirnya ketemu juga. Ini adalah sebuah pengalaman Pribadi, aku anggap pantas untuk merubahnya kedalam sebuah cerpen. Semoga karangan dari Sebuah kisah nyata ini mampu menjadi bacaan ringan dan mampu memberikan Manfaat. Amin.
Tips membaca :
1.       Bayangkan Kamu menjadi Si Pelaku Cerita.
2.       Cari suasana yang nyaman untuk membaca.
3.       Baca dengan seksama tapi tetep nyantai.
4.       Baca “Bismillah”
5.       Mulailah membaca.
Penulis.
                DIARY KECIL
Perkenalkan nama ku Dodik Dermawan, teman-temanku biasa memangilku Dodik, tapi kalau dirumah aku dipanggil Wawan. Aku Pindahan Dari SDN 1 Purworejo. Ada yang mau ditanyakan?
“. . . . .”tak ada jawaban untukku. Teman-teman baruku di SDN 1 Tasikharjo tak ada yang menghiraukanku, mereka keasyikan dengan mainan mereka, ada yang bermain Macan-macanan permainan catur ala Jawa, ada juga yang sibuk membuat Pesawat dari kertas. Akhirnya Ibu Guru yang ku tahu namanya adalah Bu Lestari, beliau begitu ramah dan murah senyum, sedikit mengobati kecewaku. Akupun di suruh duduk di barisan ke -3 dari kanan no.4, disana ada satu bangku kosong yang  ada seorang cewek di sebelahnya. Diapun menyambutku dengan senyuman,
“Namaku Dewi salam kenal”
“Aku Dodik, Salam kenal juga”
“eh, kenapa kamu pindah kesini?. SDN 1 Purworejo kan lebih bagus , selalu pringkat 5 besar se-kecamatan, sedangkan sekolah ini hanya mentok di peringkat 15 dari 20 sekolah dasar.”tanyanya.
“Biar dekat aja, kejauhan kalau disana,gag ada yang nganter,sebenarnya ya berat tinggalin teman-teman, guru-guru, dan penjual-penjual yang setiap hari berjualan disana”jawabku dengan cemberut.
“Owh”
Keakraban Dewi menjadi dia teman baru yang pertama kukenal, selain itu ada Toha yang memang tetanggaku jadi aku telah mengenalnya. Karena Toha juga akhirnya aku mau pindah sekolah.
Pengalaman pertama di sekolah pertamaku itu membuat aku semakin marah kepada Mbahku, yang memindahkan aku ke SD baru, padahal aku baru merasakan pertemanan, merasakan canda tawa bersama dengan temanku. Tapi aku di pindahkan ke dunia baru, sekolah baru, teman baru,dan guru baru.
                Sesampainya dirumah akupun disambut mbahku dengan makanan yang tersedia di meja makan, Sepiring  nasi ditemani oleh tempe goreng dan sambal cabai. Tapi tanpa aku menyentuhnya, aku masuk kekamarku, disana ada Kasur tipis bermotif daun-daunan, langsung aku membaringkan tubuh, aku menangis sejadi-jadinya. Pikiranku melayang, membayangkan ketika aku bermain bersama teman-temanku, kami bermain Maling-malingan, dimana dalam permainan itu ada kelompok yang menjadi maling dan kelompok yang lain menjadi polisi yang bertugas mengejar maling, kadang juga kami bermain ayunan di depan kelas, teringat juga olehku, saat kami berbagi jajan bersama. ” huh, semua tlah sirna pikirku, sekarang yang ada adalah dunia yang serba asing bagiku ”.
“ada apa nak, kok makanannya tidak dimakan?” tanya mbahku, memang mbahku telah menganggapku seperti anaknya sendiri, sejak kecil aku telah di asuh olehnya, sejak aku belum bisa mmerangkak  hingga aku bisa berlari dan meloncat seperti sekarang.
“gag da apa-apa?” Aku menjawabnya dengan agak keras, dengan muka tertutup bantal.
“kenapa toh, cerita sama mbah!”
“sudah di bilang gag da apa-apa kok, pergi sana, pergi!!!”bentakku.
Tanpa berkata apa-apa lagi beliau pergi dari kamarku.
Seharian Aku tidak berbicara dengan beliau,hingga keesokan harinya aku pun berangkat sekolah tanpa mengucapkan “Asalamualikum” yang setiap harinya menjadi adat ku. Rasa kesalku masih terasa begitu dalam.
>>>> 
“Anak-anak, ini pengelompokan makluk hidup di lihat dari makanannya, ada yang karnivora si pemakan daging, ada herbivora si pemakan tumbuh-tumbuhan,dan si omnivora pemakan segalanya”. Pak Mudji menerangkan dengan semangatnya.
“Ada yang mau di tanyakan?, ayo anak-anak jangan takut, berani bertanya, akan tahu nantinya”. Sambung Pak Mudji
“Pak kalau Omnivora itu pemakan segalanya, berarti batu juga dimakan ya pak?”. Tanya Doni memecah keheningan kelas. Memang Doni Siswa terpandai Dikelasku, rangkingnya Selalu 1.
“ Segala itu maksudnya segala makanan, memang kamu mau makan batu”. Jawab Pak Mudji dengan gaya mengajarnya yang menyenangkan. Beliau selalu murah senyumm,itu yang membuat nyaman teman-teman baru ku ini.
“Hahahaha”, satu kelas menjadi gaduh karena gelak tawa yang tak tertahankan.
“Ya tidak toh pak, nasi dirumah masih enak.”  Jawaban Doni itu mengundang gelak tawa lagi bagi siswa satu kelas.
Semua bercanda dan tertawa, tapi aku tetap murung, seperti awan mendung yang enggan menurunkan hujannya.

“Kenapa kamu Dik, kok dari tadi murung aja?”. Suara Dewi yang lembut tapi tegas mengagetkanku.
“Eh..gag kenapa-kenapa kok”jawabku sekenanya.
“Cerita aja gag apa, mungkin aku bisa bantu”
“Aku hanya belum biasa dengan suasana baru disini”
“Owh, udah istirahat nie, ayo kekantin ku traktir, mumpung aku baik hati lho, jarang-jarang aku begini.hehe.”
“Boleh deh, ayo.”
Seharian aku bisa tersenyum, karena Dewi hadir dan menceriakan hariku, aku mulai merasa kerasan disini. Aku juga merasa bersalah kemarin telah membentak dan marah kepada mbahku, padahal aku sudah tahu mengapa aku di pindahkan, karena memang SDN 1 Purworejo itu jauh dari rumahku, jadi Mbahku cemas terhadapku, apalagi aku hanya anak berusia 9 tahun. Aku telah menyakiti orang yang paling menyayangiku, bahkan melibihi Ibuku, Ibu yang telah meninggalkan aku terdampar di Kabupaten terpencil ini, Sedangkan Ibuku di Surabaya bersama Bapak dan Adikku, aku merasa dikucilkan, aku merasa tak di anggap sebagai bagian keluarga itu. Dimana kami hanya berkumpul 1 tahun sekali, saat semua keluarga berkumpul dan saling meminta maaf itu terasa singkat sekali, hanya 5 hari dari 366 hari setiap tahunnya. Ibuku terasa bagai orang asing, yang kejam, yang tak berperasaan karena telah meninggalkanku di sini.
Sesampai  dirumah aku langsung memeluk ,Mbah Perempuanku itu, aku meminta maaf dengan menyesalnya. Ku perhatikan Raut wajahnya yang tersenyum kecil.
“Ya tidak apa-apa, Mbah sudah memaafkanmu, sebelum kamu meminta maaf nak, aku telah menganggapmu anakku sendiri”.
“Aku benar-benar meminta maaf”
“Ya nak, sudah, sekarang makan dulu sana”
“Ya Mbah”
Akupun makan dengan lahapnya, aku mengerti semua yang dipilihkan oleh mbahku adalah untuk kebaikanku dan juga mbah sendiri. Memang kadang aku tidak bisa semauku sendiri, semua pilihanku harus ku timbang sisi positif dan negatifnya. Tapi aku masih belum paham dan belum bisa menerima apa yang telah di lakukan oleh ibuku, yang telah membuatku terasingkan.
>>>> 
Ada baju merah, Kaos “Dagadu” hijau, celana panjang, seragam Putih Merah,dan Kaos kaki, semuanya telah selesai ku cuci tadi siang  sepulang sekolah dan baru saja selesai ku setrika, tinggal memasukkannya ke lemari baju. Saat aku selesai memasukkan baju, iseng-iseng aku buka rak dibawah lemari, aku penasaran apa isinya. Disana tertumpuk beberapa buku usang, aku membukanya satu persatu, dan buku yang ada di tumpukan terakhir adalah buku kecil berukuran 10x20 cm yang berjudul “My Diary”. Aku buka lembar-per lembar, aku pun tahu bahwa itu adalah Buku Diary milik ibuku, disana diceritakan kisah masa sekolah ibuku, sampai ketika ibuku bertemu laki-laki yang kini menjadi bapakku, aku pun berhenti pada halaman yang tertera tanggal 24 februabri 1994.
“Hari ini aku meninggalkan anak pertamaku yang usianya baru mencapai bulan kedua, anak yang ku beri nama “Dodik Dermawan”. Berat rasanya aku meninggalkanmu. Maafkan Aku Anakku, aku belum mampu membahagiakanmu, Aku terpaksa meninggalkanmu disini, karena keadaan Ibu yang tak memungkinkan,Ibu yang bekerja dari subuh sampai magrib, tak kuasa memberi kasih sayang kepadamu, Ibu bekerja keras untukmu. Bersabarlah anakku, teruslah tumbuh dan berkembang menjadi Anak yang sholeh, baik, dermawan, berbakti kepada kedua orang tua, dan juga peduli sesama. “IBU MENYAYANGIMU”  “.
Aku tak mampu menahan air mata yang mulai menetes berjatuhan, aku yang telah salah sangka kepada kedua orang tuaku, aku telah menganggap mereka membuangku. Tapi ternyata mereka begitu mencintaiku, bahkan melebihi dirinya sendiri. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa “Aku akan menjadi orang hebat, dan akan ku buat mereka semua yang menyayangiku tersenyum bangga”.

TO BE ME NOW
“Dikutip dari kisah hidup “Dodik Dermawan” dengan sedikit bumbu kata-kata”

Comments

Popular posts from this blog

Pemikiran berkembang

Ada dua hal yg menjadi catatan bergaris bawah (selain catatan lainnya) dr lembar 1-35 Buku Tourism marketing 3.0 yang sedang saya baca. Pertama adalah pergeseran dari individual ke social, dalam konteks ini adalah inisiatif pada masyarakat yg merata saat ini, yaitu masyarakat yg akses pendidikan, pengetahuan, jaringan, komunikasi dapat terjangkau oleh siapa saja, inisiatif dan perubahan tidaklah hadir dari satu orang superpower, tetapi merupakan kolektif dalam komunitas atau kelompok masyarakat yg mempunyai kesamaan persepsi dan mau bergerak bersama. Maka kawan,  temukan 'squad/clan' dan berusahalah menjadi superteam untuk sebuah kebaikan, bukan (hanya) menjadi superman. Kedua adalah generasi (yg) tua akan berfikir bahwa pengalaman adalah pengetahuan paling berharga, padahal diera sekarang perubahan itu datang dengan begitu cepat dan masiv, maka masa depan akan sangat dinamis dan berubah dari kondisi yang lalu, maka jangan hanya sibuk menengok kebelakang tapi tataplah kedepan

Prof ODi#1 Edible Insect

Design by Media/Jaringan KSE 2017 Halooo, Assalammualaikum, senang sekali malam ini bisa bertatap chat dengan sarangers semuaa, semoga selalu sehat dan bahagia disana. Moderator: Sevi Ratna Sari 1. Mas Dodik, sebenarnya Edible Insect itu apa sih??? Temen2 pasti dah tau, secara bahasa mungkin dapat diartikan sebagai serangga yang dapat dimakan.Tapi dimensinya sangat luas, dengan inti adalah "Pangan". Dimensinya bisa ke arah bisnis, sosial masyarakat, kesehatan dan gizi, teknologi, konservasi. 2. Wah, luas sekali berarti ya mas...􀄃􀇏Moon cry􏿿  Jadi kalu mau dibuat spesifikasi, serangga pa saja mas yang berpotensi sebagai edible insect? Apakah semua serangga? Dan sebenarnya apa yang membuat serangga itu dapat dikonsumsi oleh manusia? Nah, ini juga yang waktu itu ditanyakan oleh dosen pembimbing skripsi (Drs. Ign. SUdaryadi, M.Kes) waktu awal-awal konsul. Menurut Van Huis et al. (2013) serangga yang dapat dikatakan sebagai edible adalah yang memenuhi kriteria:

Pasca Kampus dan Gaya Hidup

Sudah seharusnya dan sewajarnya pada masa post modern seperti sekarang kita merasakan masamasa pasca pendidikan, pendidikan formal khususnya. Karena pasca bangku sekolah sungguh banyak ladang ilmu yang masih perlu dicangkul, digali sari pati pelajarannya. Ilmuilmu praktis yang bisa langsung dipraktekkan dan seringkali langsung berdampak. Selain itu, pasca sekolah juga menjadi ladang, bagi merekamereka untuk mencangkul dan menanam harapan, menumbuhkan semangat dan menuai hasilnya, yg tidak hanya sendirian menikmatinya, tapi untuk bersama. Idealnya begitu. Tapi setelah menapakinya, tenyata masih hutan belantara, ladang yg ideal belum ditemukan. Ada beberapa kemungkinan, kita terjebak dan tersesat tanpa pernah membuat ladang itu terwujud, atau kita terpaksa menumpang ladang orang, menjadi follower saja. Atau pilihan yg kebanyakan millenial menyukainya adalah menjadi orang yg membuka lahan sendiri. Tapi ini berat kawan. Tapi bukan mustahil. Banyak sekali semak menyesatkan, lumpur pengh