Melihat
peluang yang dimiliki Indonesia untuk berkembang dan menjadi negara maju
tentulah banyak. Indonesia memiliki kekayaan mulai dari sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan budaya yang luar biasa. Tetapi kenapa kita belum maju?
Kita masih proses. Kenapa kita masih beluum bersatu dalam cita-cita dan
kenegaraan? Kita masih proses, dasar sudah ada, pancasila dan UUD 45, tapi
implementasinya belum terlaksana.
Mungkin
memang kita banyak hal yang harus di perbaiki dan terus dibangun dari bangsa
ini. Pembangunan yang dilakukan tentunya dengan penuh perancangan yang matang,
bukan sempurna. Pembangunan harus mengedepankan sustaineblity lingkungan dan sekitar.
Salah
satu yang menjadi PR bagi kita adalah banyaknya sampah, sampah ini mencemari
tanah atau lahan, perairan, maupun udara. Pencemaran ini terjadi oleh komponen
biologi, fisika, maupun kimia. Secara biologi contohnya melimpahnya eceng
gondok menghambat aliran sungai. Fisika berupa sampah materi seperti sampah
plastik. Sampah kimia misalnya sisa hasil rumah tangga berupa komponen organik
maupun non organik.
Penangganan
sampah selama ini kurang memadai karena hanya memindahkan sampah dari perumahan
ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Sampah yang masuk ke TPA mencapai 70%, hanya
30 % yang dapat dimanfaatkan. Angka ini masih relatif tinggi karena jika
dibandingkan negara lain sampah yang masuk ke TPA hanya sekitar 25%. Indonesia
yang sedang tumbuh tentunya akan menjadi negara sakit apabila sampah ini tidak
diatasi. Banjir, polusi, penyakit kapan saja bisa melanda akibat tertumpunya
sampah.
Sampah
bersumber dari berbagai sektor, rumah tangga, pertanian, perkebunan,
peternakan, industri, pertokoan, dan banyak lagi. Telah ada UU yang mengatur
soal pengelolaan sampah, tetapi banyak perusahaan yang mengabaikan UU tersebut,
jadinya banyak limbah dan sampah yang mencemari lingkungan. Sektor rumah tangga
juga mensuplai sampah cukup tinggi, pengunaan plastik, stereoform, dan bahan
lain banyak menyisakan sampah yang terbuang. Saya akan fokus pada sampah yang
berasal dari rumah tangga, ini karena saya mahasiswa Biologi dan termasuk
kajiannya adalah Ilmu Lingkungan.
Sampah
yang dihasilkan dari rumah tangga dapat dibedakan menjadi 2 jenis utama, yaitu
sampah organik dan non organik. Sampah organik seperti sisa bahan makanan,
seperti pangkal buah, kulit buah, duri ikan, dan lainnya. Sampah ini biasanya
akan dibuang begitu saja, bahan-bahan organik ini relatif dapat di degradasi
dengan cepat oleh berbagai organisme seperti jamur dan bakteri, tetapi proses
ini juga akan menyebabkan polusi berupa polusi udara karena dalap proses ini
muncul bau yang kurang sedap dan mengganggu penciuman. Hal ini memang tidak
terlalu merepotkan (menurut sebagian orang) tapi bayangkan kondisi ini
terakumulasi dari rumah-rumah dari suatu kota dalam TPA, sedangkan dalam TPA
tersebut banyak pemulung yang mengambil barang-barang yang masih dapat di jual,
tentunya bahan organik bukan salah satunya. Tentunya dalam kondisi tersebut sampah
organik ini akan sangat mengganggu. Sampah adalah Berkah, kalimat tersebut
menjadi tantangan buat saya bagaimana membuat sampah perumahan tersebut menjadi
berkah, sebenarnya banyak cara yang sudah ada misalnya menjadikannya menjadi
biogas, pupuk organik, dan pakan binatang. Baru-baru ini saya juga melakukan
penelitian mengenai pemanfaatan pangkal dan kulit buah mentimun menjadi
insektisida dan itu bisa, bukan hanya mentimun tapi juga tanaman lain juga
dapat menjadi insektisida karena adanya senyawa alkaloid dalam tanaman tersebut
(dengan kadar berbeda). Tentunya ini menjadi peluang bagi misi “Zero Waste
Material” karena sejatinya sampah adalah berkah, saya percaya itu.
Sampah
anorganik seperti plastik memiliki waktu degradasi relatif lebih lama karena
komponen penyusunnya adalah bahan kimia dengan ikatan yang kuat sehingga akan
sulit didegradasi secara alami. Degradasi dengan pembakaran dapat berlangsung
cepat tetapi akan menyebabkan terlepasnya berbagai senyawa polutan ke udara
yang akan menurunkan kualitas udara kita. Tentunya hal ini menjadikan
pembakaran bukan solusi cerdas dalam penanggan sampah anorganik. Pemanfaatan
sampah menjadi berbagai kerajinan, bahan aplikatif, dan daur ulang telah banyak
dilakukan tapi masih skala kecil dan tertentu, yaitu tidak semua orang dapat
melakukannya dan menyadarinya. Hal ini menyebabkan makin maraknya produk sampah
anorganik, plastik contohnya, belanja ke warung makan sebelah, bungkusnya
plastik, belanja ke toko sebelah pakai plastik, belanja ke mall pakai plastik,
belanja ke pasar traditional pakai platik, semua serba plastik. Terntunya ini
hal kecil, jika hanya dilakukan satu atau dua orang, ttapi ini dilakukan oleh
250 juta jiwa penduduk indonesia. Bayangkan tiap hari 1 orang membuang 1
plastik saja, maka akan terakumulasi 250 juta sampah platik baru di alam,
bayangkan jika ini terjadi dalam 1 tahun (356 hari) maka akan terakumulasi 89
milyar sampah plastik, ini jumlah yang besar, sungguh besar. Kita harus
memulainya dari diri sendiri, saya sudah memulai dengan membawa tas untuk
tempat barang ketika belanja. Ini hal kecil, jika hanya dilakukan satu orang,
tapi akan menjadi hal besar jika oleh seluruh penduduk indonesia, ini masalah branding, penanaman rasa malu mengunakan
plastik sekali pakai.
Zero
Waste Material mungkin seperti kalimat yang tidak mungkin, itu sisi negatifnya.
Tapi sisi optimisnya adalah ini menjadi semngat bahwa kalau tidak 0% sampah,
mungkin 1% atau 10% saja. Misi “Zero Waste Material” ini pertama-tama perlu
diterapkan oleh diri sendiri, ke keluarga kita, teman kuliah, rekan kerja kita.
Lingkungan kita, daerah kita, baru ke Indonesia. Ini mungkin seperti jalan yang
lambat, tapi inilah brandingnya,
ketika telah terbukti maka orang akan mengikuti. Kampanya yang masif
dimasyarakat akan menjadi sugesti baru bagi masyarakat dalam sampah, bahwa
Sampah adalah Berkah.
Daftar
Pustaka
Materi
Kuliah
Comments
Post a Comment