Skip to main content

Negeri Kita Negeri Asap. Akankah Kita Berdiam?

Menghirup udara segar di Indonesia bagi sebagian penduduknya adalah hal yang biasanya, karena luasnya wilayah dan pepohonan yang masih rindang mendukung hal itu. Melihat langit biru nan elok tentu menjadi hal lumrah yang dapat kita (sebagian besar) bisa dengan mudah kita saksikan setiap harinya. Tapi udara segar dan langit biru tak semudah itu bagi penduduk “Negeri Asap”.
Menghirup udara segar, hidup sehat tanpa paparan polutan, melaksanakan proses pendidikan secara layak dan nyaman, merupakan hak yang mendasar bagi setiap manusia. Tapi hak tersebut menjadi sulit didapatkan baru-baru ini di Indonesia, tepatnya pada 6 provinsi yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Riau, Jambi, dan Sumatra Selatan. Hal ini disebabkan oleh bencana kabut asap yang melanda hampir disemua wilayah di keenam provinsi.
Kabut asap ini merupakan bencana yang terjadi akibat adanya kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau seperti sekarang ini. Suhu yang panas dan banyaknya bagian tanaman yang kering disertai angin kencang mendukung terjadinya kebakaran ini. Meskipun dapat berlangsung secara alami, tak dipungkiri ada juga usaha pembakaran secara sengaja khususnya untuk membuka lahan. Dari catatan Walhi Jambi, sekitar 80% lahan yang terbakar masuk dalam wilayah konsesi perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri. Biaya yang lebih murah menjadi alasan utama perusahaan dan masyarakat “nakal” memilih membakar hutan dan lahan, dengan membakar hanya membutuhkan biaya 600-800 ribu rupiah per hektar, sedangkan dengan selain pembakaran 3,5-5 juta rupiah per hektar.
Tentu, keuntungan yang didapat dengan membakar hutan dan lahan tak sebanding dengan kerugian besar yang dirasakan. Karena udara yang tercemar berbagai masalah timbul, dengan jarak pandang 10-20 meter kemungkinan kecelakaan dijalan meningkat tajam, transportasi udara yang membutuhkan jarak 1000 meter dalam kegiatan penerbangan menjadi tertunda, penumpang terlunta-lunta, ekonomi memburuk karena banyak aktivitas yang lumpuh, dan ratusan sekolah harus diliburkan mengakibatkan terganggunya proses belajar mengajar, termasuk juga masalah kesehatan masyarakat.
Indeks Kualitas udara yang terukur mencapai 201 UG/M3, masuk dalam kategori sangat tidak sehat, dalam level ini bahan pencemar dapat menyebabkan ganguan kardiovaskuler sehingga menyebabkan tubuh lemah, sensivitas pada penyakit asma dan bronkitis, dan paru-paru kronis. Selain itu terdapat 1434 kasus infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), 39 kasus peneumonia, 17 kasus asma, dan 46 kasus infeksi kulit akibat asap di Riau. Senada dengan yang terjadi di Riau, ibu kota provinsi Kalimnatan Selatan, Palngkaraya pada bulan juli terdapat 1708 kasus penyakit akibat asap, dan meningkat pada bulan agustus menjadi 2379 kasus. Jika paparan ini terus berlangsung dan tidak ada usaha penanggulangan tentu jumlah kasus akan terus meningkat.
Mengetahui hal tersebut, uluran tangan kita dalam membantu saudara kita yang terpapar asap sangat diharapkan. Pemerintah terkait, POLRI dan TNI, serta BNPB, telah mengambil perannya. Sekarang saatnya kita, masyarakat yang masih bisa menghirup udara segar dipagi hari ketika membuka mata, masyarakat yang mampu melihat langit biru terbentang, yang tak perlu susah payah memakai masker kemanapun pergi, yang bisa belajar di sekolah dan bekerja esok hari tanpa gangguan untuk peduli dan ambil bagian.  Melalui sedikit donasi kepada lembaga-lembaga yang kredible dan terpercaya. Melalui doa dan dukungan moril. Melalui hati dan raga yang peduli. Melalui karakter kita untuk menjaga lingkungan kita.

Dodik Dermawan
Ketua KSE F.Biologi UGM

Sumber:
Koran Republika edisi jum’at 4 september 2015
Koran Republika edisi senin 7 september 2015

Sumber gambar: 
nasional.harianterbit.com



Comments

Popular posts from this blog

Pemikiran berkembang

Ada dua hal yg menjadi catatan bergaris bawah (selain catatan lainnya) dr lembar 1-35 Buku Tourism marketing 3.0 yang sedang saya baca. Pertama adalah pergeseran dari individual ke social, dalam konteks ini adalah inisiatif pada masyarakat yg merata saat ini, yaitu masyarakat yg akses pendidikan, pengetahuan, jaringan, komunikasi dapat terjangkau oleh siapa saja, inisiatif dan perubahan tidaklah hadir dari satu orang superpower, tetapi merupakan kolektif dalam komunitas atau kelompok masyarakat yg mempunyai kesamaan persepsi dan mau bergerak bersama. Maka kawan,  temukan 'squad/clan' dan berusahalah menjadi superteam untuk sebuah kebaikan, bukan (hanya) menjadi superman. Kedua adalah generasi (yg) tua akan berfikir bahwa pengalaman adalah pengetahuan paling berharga, padahal diera sekarang perubahan itu datang dengan begitu cepat dan masiv, maka masa depan akan sangat dinamis dan berubah dari kondisi yang lalu, maka jangan hanya sibuk menengok kebelakang tapi tataplah kedepan...

Peluang Strategis Asosiasi Petani

‘’Semakin dekat pekerjaan itu dekat dengan tanah, semakin kurang berkelaslah pekerjaan itu minke” kata Ibu minke dalam Novel Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya. Dan tentu kita sepakat jika petani, adalah profesi yang sangat dekat dengan bahan hasil pelapukan batuan dan materi organik ini (tanah). Petani dipandang dari sisi historisnya telah menjadi kemampuan muthakhir dalam perkembangan umat manusia yang awalnya berpindah-pindah dan hanya berburu, lalu berkembang menjadi bercocok tanam, memproduksi sumber makanan melalui pertanian. Sudah barang tentu ini merupakan kelakuan sadar manusia jika alam tidak mampu lagi menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebuuhan populasi manusia yang semakin meningkat, jika tidak melakukan suatu proses produksi. Pada tahun 1980 Robert Maltus mencentuskan ‘Revolusi Hijau’ yang diartikan sebagai peningkatan produksi pertanian semaksimalnya dan menekan pertumbuhan penduduk seminimalnya. Di Indonesia pada khususnya melalui Presiden Soeharto mencanangkan p...

PTC Uji Sensitif Lidahmu

Berawal pada tahun 1931, Artur Fox seorang ahli kimia menuangkan PTC dalam botol. Uap dari botol itu, untuk beberapa orang terasa pahit tetapi bagi sebagian yang lain tidak. Berdasarkan genetika, menjelaskan penyebab fenomena ini adalah gen tunggal yang mengkode reseptor pahit. Disebut PTC gen atau TAS2R38. Phenylthiocarbomide (PTC) merupakan senyawa untuk mengetahui kapasitas sensor perasa pada lidah. Dari suatu hasil penelitian diketahui 70% kaukasian merupakan tester dan 30% merupakan non-tester. Tester merupakan orang yang mampu merasakan pahit PTC sedangkan non-tester merupakan orang yang tidak bisa merasakan pahit PTC (Dumont, 2010). Struktur PTC digambarkan dibawah ini, Adanya PTC gen pada lidah akan mempengaruhi pemilihan makanan, status gizi atau metabolisme tiroid. Mungkin sebagian orang beranggapan kalau Brokoli ( Brassica oleracea )  terlalu pahit untuk dikonsumsi sedangkan yang lain beranggapan brokoli tidak  pahit. Sifat merasakan pahit PTC ini meru...