Skip to main content

16 Desember 2015, Refleksi di Usia 22 Tahun

16 Desember 2015. Digenap usia mencapai 22 tahun. Saat masih SD dulu saya berfikirr anak SMP begitu besar dan kuat, saat SMP saya berfikir anak SMA lebih bringas dan liar, saat SMA saya berfikir anak Kuliahan bebas dan berkelas. Saat saya Kuliah, dan melalui semua tahapan tadi (Kuliah lulus Agustus/November 2016 aamiin Ya Allah :’) ) saya rasa persepsi saya tadi tentu masih ke kanak-kanakan. Karena bukan usia atau status pendidikan yang menentukan kebijaksanaan dan kemampuan seseorang, bukan satu-satunya patokan. Tapi memaksimalkan proses dan mau belajar dan mengambil hikmahlah yang bisa di Iktiarkan untuk mendapatkannya. Maka tak jarang kita menjumpai orang yang lebih tua tak mau mengalah dengan yang muda, sulit menyanyangi dan mau menang sendiri, atau pernah kita melihat anak-anak kecil yang cerdas dan berbakti, disiplin dan semangat belajarnya begitu tinggi, lebih dari orang-orang ‘tua’ yang seharusnya semakin tau bahwa samudra kehidupan ini begitu terbentang dan cakrawala ilmu masih begitu luas. Seperti filsuf bilang ”Semakin banyak kita tahu, semakin kita tahu, hanya sedikit yang kitaa tahu”. Apa mungkin benar kata Einstein “saya takut ketika suatu saat manusia dibodohi oleh teknologi yang mereka ciptakan sendiri”. Atau seperti di Film Terminator Genesys “Genesys (teknologi penghubung antar perangkat) menjadikan kehancuran manusia (kiamat, katanya)”. Saya kira ini berhubungan, tapi kita bahas lain waktu.

Dalam tulisan ini, saya ingin mengucapkan puji syukur kepada Allah  yang memberikan saya kesempatan untuk menjalankan peran sejauh ini dan nanti (aamiin, semoga banyak dan lama sesauatu yang bisa saya perbuat). Kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam yang menjadi tauladan dan the best role model untuk seluruh umat. Kepada orang tua saya atas cinta kasihnya. Guru-guru dan dosen atas cakrawala dan jalan berilmunya. Kepada teman/rekan/dan sahabat yang menemani penulis (udah kaya kata pengantar skrips*i hehe). Kepada yang ingat dan mengucapkan Ibu, Mak, Bapak, Adik, orang-orang rumah terimakasih atas syukuran dan doa bersamanya, PH KSE Putri, Amel, Afi, Atikah, Rifa, Dini, Hendri, Adhi Teman kuliah Syifa, Wiko, Wulan, Indah, Faika, Kezia, Tamal, Mb rega, Mb qiqi, Mb nova, Mas Surya, Sevi, Anin, Rudy, Nabiila, Sarangers dan Biogenesis semua, Rekan-rekan eXIst, semuanya yang ada digrub-grub chat Line dan WA terimaksih atas do’a dan kadonya, Teman-teman Asrama Aqmal, Riza, dan Mas adi yg udah ajakin nonton film sampai minum susu hangat, devlin, fadhli, ifdhal, Salim, Ibnu, dan lainnya terimaksih kue tanpa namanya. :D.
   
Well, banyak hal sudah terlalui, dan merasa sedikit yang baru bisa saya berikan pada khalayak. Peran-peran dan kontribusi tentu jadi harga mati eksistensi diri. Meski mungkin sekarang sudah bergeser ya. Kalau dulu “saya berfikir maka saya ada” atau semapat “saya berkontribusi maka saya ada” sekarang sudah bergeser sampai “saya update (foto/status) maka saya ada”. Tapi penyeimbangan penting, penting banget malah. Jadi  jalan selalu ada untuk berperan, terus memperbaiki diri dan berkontribusi.

Mohon do’anya, semoga Dodik Dermawan menjadi pribadi yang membuka diri, hati dan pikiran. Akan kemungkinan baru, prespektif baru, jawaban-jawaban baru. Tetapi tetap berpegang teguh pada pegangan dari segala pegangan. Semoga bisa lulus (cepat, sehat dan bermanfaat) di tahun 2016 ini. Menjadi pria sholeh bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Menjadi pribadi yang dewasa dan berproses untuk lebih baik setiap harinya. Menjadi pribadi yang tulus dan lurus. Aamiin.

Karena bagi saya, do’a adalah memohon harap akan ridho dan berkah dari Maha Pemberi atas apa-apa yang belum kita miliki atau sempat kita miliki tapi menghilang, atau masih kita miliki tetapi meredup. Semoga Rahman dan Rahim Allah selalu mengiringi kita. Aamiin.

Yogyakarta, 22 Desember 2015
Perpus Pusat UGM

Dodik Dermawan

Comments

Popular posts from this blog

Petualangan Baru

Duh, lama tidak menulis, hehe, ya kalau mau alasan karena laptop lama tepar hehe. Diselingi deru bunyi gesekan rel dan roda kereta, aku menghayal dan menyelam akan waktu yang lalu. Kalau disebutkan dengan kata-kata, banyak sekali yang bisa mewakili Jogja, apa? Rindu, Kenangan, Angkringan, Malioboro, Pantai, Kaliurang, Merapi, UGM, Pogung, Transjogja, JEC, Gramedia, Toga Mas, Jatabi, Sarang, Pantai, Sungai, Rumah?. Terlalu banyak untuk dituliskan, lebih karena aku tak ingin semakin dalam mengenangnya. Dan sekarang dititik ini, kembali berkaca. Manusia itu unik, ketika SMA ingin kuliah? Ah ditempat yang top lah. Ketika kuliah, ingin masa-masa SMA kembali, masa SMA emnag paling indah, dalihnya. Ketika kuliaaaah lamaaa pengen ndang lulus, selain karena kawan-kawannya dah pergi, tentu merasa juga tekanan dari rumah semakin tajam menghujam. Nak nda lulus. Lulus akhirnya menjadi kata yang begitu diidam-idamkan, lebih dari kata Nikah. Lulus, pengen kerja, iya dong, masa menggaggur mulu,...

Peluang Strategis Asosiasi Petani

‘’Semakin dekat pekerjaan itu dekat dengan tanah, semakin kurang berkelaslah pekerjaan itu minke” kata Ibu minke dalam Novel Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya. Dan tentu kita sepakat jika petani, adalah profesi yang sangat dekat dengan bahan hasil pelapukan batuan dan materi organik ini (tanah). Petani dipandang dari sisi historisnya telah menjadi kemampuan muthakhir dalam perkembangan umat manusia yang awalnya berpindah-pindah dan hanya berburu, lalu berkembang menjadi bercocok tanam, memproduksi sumber makanan melalui pertanian. Sudah barang tentu ini merupakan kelakuan sadar manusia jika alam tidak mampu lagi menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebuuhan populasi manusia yang semakin meningkat, jika tidak melakukan suatu proses produksi. Pada tahun 1980 Robert Maltus mencentuskan ‘Revolusi Hijau’ yang diartikan sebagai peningkatan produksi pertanian semaksimalnya dan menekan pertumbuhan penduduk seminimalnya. Di Indonesia pada khususnya melalui Presiden Soeharto mencanangkan p...

Pa, Pulang

Ramadhan tentu saja menjadi oase ditengah gurun 11 bulan duniawi. Tentu saja, rahmat, taufiq, hidayah, ampunan berlimpah dan di’diskon’ kepada siapa-siapa yang mau. Kalau diskon baju saja pada berebut, kenapa ini tidak. Sungguh sayang tentunya kan?. Bebicara tentang baju diskon, tentu tak lepas dari baju baru, akrab juga dengan ‘pelengkap’ ketika Lebaran, puncak dan perayaan setelah ramadhan penuh perjuangan (paling tidak seharusnya begitu). Hati baru yang telah dipermak selama masa pengeblengan bernama Ramadhan ini di’perkakas’kan berupa kebendaan serba baru, sebutlah baju, sepatu, sandal, sarung, kebaya, setelan seragam sekeluarga, bros, kerudung atau tetek bengek lainnya, kalau TIDAK, maka bukan lebaran namanya. Rasa-rasanya sentimen ini begitu melekat di benak kita, mungkin karena dari kecil kita sudah dididik, dicontohkan hal-hal kebendaan ini. Saya ingin mengatakan, tidak salah dengan barangbarang baru itu, jika darinya muncul kecintaan, muncul kebanggan akan sebuah ke...