Skip to main content

Keilmuan Terorganisir

Problematika saat ini yang kita hadapi seperti krisis pangan, krisis kepercayaan, krisis teknologi, krisis pendidikan tak lepas dari krisis penelitian yang ada di Indonesia. Kita akui, penelitian di Indonesia hanya memiliki sedikit anggaran. Disisi lain, peneliti terus saja diarahkan untuk melakukan penelitian yang menghasilkan benefit secara langsung, menhasilkan keuntungan secara langsung dan cepat. Akibatnya, penelitian dibidang dasar seperti biologi kurang mendapat dukungan dari pemberi dana.
Lebih jauh, esensi sebuah penelitian tidak hanya berkata tentang hasil (output), tapi merupakan pemenuhan dari aspek input yang melewati aspek proses. Secara filasafati kita tahu bahwa awal dari sebuah pengetahuan adalah dari keingin taahuan akan sesuatu, meragukan segala sesuatu, meragukan kebenaran yang telah diamini oleh banyak orang, dari sana peragu akan menjalani proses peraih pengetahuan untuk menjawab keraguan-raguannya.
Keragu-raguan ini muncul banyak dikalangan tua, lebih banyak lagi dikalangan muda. Maka darinya penelitian banyak dilakukan oleh dosen-dosen diperguruan tinggi, ya, seperti yang kita tahu perbedaan antara guru-guru di SMA dan Dosen di Perguruan Tinggi. Guru hanya berkewajiban mendidik, tetapi Dosen selain mendidik juga berkewajiban melakukan penelitian. Selain merupakan kewajiban, penelitian ini sudah menjadi layaknya menjadi ruh pada dosen-dose yang bisa dikatakan kaum tua ini. Ketika Dosen sebagai kaum tua banyak meneliti, maka sewajarnya kaum muda yang disini adalah mahasiswa lebih banyak lagi aktif untuk meneliti. Meragukan banyak hal memcari kebenaran.
Ketika ketertarikan diberbagai kalangan untuk meneliti ini begitu tinggi, maka banyak kalangan menilai pentingnya menemukan mereka, bahkan hingga sampai mengabungkannya menjadi organisasi. Maka darinya lahirlah LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang merupakan lembaga penelitian dibawah pemerintah, selain LIPI banyak pula organiasasi non profit atau NGO dibidang ini seperti MITI (Masyarakat Ilmuan dan Tegnolog Indonesia), ICMI (Ilmuan dan Cendekiawan Muslim Indonesia) dan lain sebagaianya. Maka lagi-lagi, menjadi hal yg layak dan seharusnya kaum muda (mahasiswa) memiliki lebih banyak lagi forum-forum semacam LIPI, MITI, dan ICMI.
Di UGM sendiri, terdapat  27 Kelompok Studi yang resmi berada pada naungan Fakultas-fakultas di UGM. Kelompok-kelompok studi yang terbentuk dari dan untuk mahasiswa ini merupakan bentuk dari penasaran yang besar akan suatu topik dan keinginan berkarya. “Saat ini, pergerakan mahasiswa telah bergeser, dari yang hanya berteriak-teriak di jalanan menjadi ditambahi dengan aktivitas penelitin di lab dan lapangan, dari sekedar mengkritisi, sekarang dilengkapi dengan solusi, itu lah era kita, era kelompok studi” Ujar Ari Akbar Devananta, ketua SCCF (Study Club Communication Forum) UGM 2013.

Kelompok Studi yang menjamur ini merupakan bentuk kongkrit dari perwujudan keilmuan terorganisir. Sama halnya dengan generasi tua. Terbentuknya kelompok studi didasarkan pada kesadaran bahwa sebuah minat dan ketertarikan penelitian dan pembelajaran harus diorganisasi untuk memperbesar skala kontribusi dan peran. Ibarat manusia, keilmuan adalah jiwa dan organisasi adalah roh, keduanya harus disatukan, tak dapat dipisahkan untuk menjadi manusia, untuk menjadi Kelompok Studi yang utuh.

Comments

Popular posts from this blog

Pemikiran berkembang

Ada dua hal yg menjadi catatan bergaris bawah (selain catatan lainnya) dr lembar 1-35 Buku Tourism marketing 3.0 yang sedang saya baca. Pertama adalah pergeseran dari individual ke social, dalam konteks ini adalah inisiatif pada masyarakat yg merata saat ini, yaitu masyarakat yg akses pendidikan, pengetahuan, jaringan, komunikasi dapat terjangkau oleh siapa saja, inisiatif dan perubahan tidaklah hadir dari satu orang superpower, tetapi merupakan kolektif dalam komunitas atau kelompok masyarakat yg mempunyai kesamaan persepsi dan mau bergerak bersama. Maka kawan,  temukan 'squad/clan' dan berusahalah menjadi superteam untuk sebuah kebaikan, bukan (hanya) menjadi superman. Kedua adalah generasi (yg) tua akan berfikir bahwa pengalaman adalah pengetahuan paling berharga, padahal diera sekarang perubahan itu datang dengan begitu cepat dan masiv, maka masa depan akan sangat dinamis dan berubah dari kondisi yang lalu, maka jangan hanya sibuk menengok kebelakang tapi tataplah kedepan

Prof ODi#1 Edible Insect

Design by Media/Jaringan KSE 2017 Halooo, Assalammualaikum, senang sekali malam ini bisa bertatap chat dengan sarangers semuaa, semoga selalu sehat dan bahagia disana. Moderator: Sevi Ratna Sari 1. Mas Dodik, sebenarnya Edible Insect itu apa sih??? Temen2 pasti dah tau, secara bahasa mungkin dapat diartikan sebagai serangga yang dapat dimakan.Tapi dimensinya sangat luas, dengan inti adalah "Pangan". Dimensinya bisa ke arah bisnis, sosial masyarakat, kesehatan dan gizi, teknologi, konservasi. 2. Wah, luas sekali berarti ya mas...􀄃􀇏Moon cry􏿿  Jadi kalu mau dibuat spesifikasi, serangga pa saja mas yang berpotensi sebagai edible insect? Apakah semua serangga? Dan sebenarnya apa yang membuat serangga itu dapat dikonsumsi oleh manusia? Nah, ini juga yang waktu itu ditanyakan oleh dosen pembimbing skripsi (Drs. Ign. SUdaryadi, M.Kes) waktu awal-awal konsul. Menurut Van Huis et al. (2013) serangga yang dapat dikatakan sebagai edible adalah yang memenuhi kriteria:

Pasca Kampus dan Gaya Hidup

Sudah seharusnya dan sewajarnya pada masa post modern seperti sekarang kita merasakan masamasa pasca pendidikan, pendidikan formal khususnya. Karena pasca bangku sekolah sungguh banyak ladang ilmu yang masih perlu dicangkul, digali sari pati pelajarannya. Ilmuilmu praktis yang bisa langsung dipraktekkan dan seringkali langsung berdampak. Selain itu, pasca sekolah juga menjadi ladang, bagi merekamereka untuk mencangkul dan menanam harapan, menumbuhkan semangat dan menuai hasilnya, yg tidak hanya sendirian menikmatinya, tapi untuk bersama. Idealnya begitu. Tapi setelah menapakinya, tenyata masih hutan belantara, ladang yg ideal belum ditemukan. Ada beberapa kemungkinan, kita terjebak dan tersesat tanpa pernah membuat ladang itu terwujud, atau kita terpaksa menumpang ladang orang, menjadi follower saja. Atau pilihan yg kebanyakan millenial menyukainya adalah menjadi orang yg membuka lahan sendiri. Tapi ini berat kawan. Tapi bukan mustahil. Banyak sekali semak menyesatkan, lumpur pengh