Skip to main content

Dikotomi Kemerdekaan dan Biologi


Mudah saja kita menyatakan merdeka merdeka saat ini, tapi sedikit sekali yg mau mengucapkannya. Sulit sekali kita menyatakan merdeka merdeka sebelum 1945, tapi banyak sekali yang ingin mengucapkannya. (Anonim, 2016)
Kita dihadapkan benturan esensi dan persepsi tentang kemerdekaan. Termasuk bagi orang-orang yang turun dan berkecimpung dalam dunia ke-biologi-an. Berbicara tentang biologi tentu kita tidak membahas sempit tentang sebuah jurusan di perguruan tinggi atau malah sedangkal mata pelajaran yang dipenuhi hafalan. Bebicara biologi, kita berbicara tentang kehidupan itu sendiri. Bio; hidup, logi; ilmu, dari definisinya saja sudah sangat gamblang tentang luasnya biologi itu. Maka bukan sebuah kesombongan jika dikatakan bahwa era kedepan adalah era biologi, era berikutnya adalah 'pertarungan' sumberdaya hayati. Dan, Indonesia yang hari ini berusia 71 tahun menjadi pemeran utamanya.
Sudah menjadi fakta umum bahwa Indonesia memiluki kekayaan hayati nomor 2 didunia setelah Brazil, tetapi itu baru pendataan di daratan, sedangkan lautan? Belum. Jika sudah tentulah Indonesia yang jadi juaranya. Malaikat juga tahu.
Akan diceritakan sebuah kisah. Pagi itu suasana sangat riang, karena baru saja dilangsungkan panen raya, bukan panen raya biasa, ini panen raya buah gelap yang manis jika diolah, cokelat. Tanaman cokelat memang banyak ditanam di pekarangan hingga kebun-kebun di desa itu yang cukup jauh dari keramaian kota. "Lebokno nang karung iku cokelate, ojo lali di catet yo" seorang pemborong bule dengan fasih berbahasa Jawa (ngoko). "Siap mister" ujar para petani. Mungkin ini hanya fiktif, tapi dalam kenyataannya ada juga kejadian yang bersubstansi sama, tapi dalam kenyataan, prakteknya, lebih rapi dalam bungkus ekspor bahan mentah.
Petani yang masih minim teknologi pengolahan dan kemampuan adalah wajah kita, wajah Indonesia. Dengan kekayaan alamnya, tak layak bangsa ini terpuruk dalam ketimpangan ekonomi dan kemiskinan. Budaya dan suku beragam dipadu dengan kekayaan alam tadi adalah integral dari pemanfaatan alam yang luar biasa beragam dan sustainable.
Maka layak kiranya, pngerak biologi disetiap lininya, universitas, lembaga penelitian. Praktisi berpadu dan menyentak peradabad dengan kemandirian dan totalitas karya.
Meski, masih banyak kita jumpai dikotomi-dikotomi arah kemerdekaan dan perkembangan biologi sendiri. Tapi kita yakin kita bisa. Dirgahayu Indonesia ke 71.

Comments

Popular posts from this blog

Pemikiran berkembang

Ada dua hal yg menjadi catatan bergaris bawah (selain catatan lainnya) dr lembar 1-35 Buku Tourism marketing 3.0 yang sedang saya baca. Pertama adalah pergeseran dari individual ke social, dalam konteks ini adalah inisiatif pada masyarakat yg merata saat ini, yaitu masyarakat yg akses pendidikan, pengetahuan, jaringan, komunikasi dapat terjangkau oleh siapa saja, inisiatif dan perubahan tidaklah hadir dari satu orang superpower, tetapi merupakan kolektif dalam komunitas atau kelompok masyarakat yg mempunyai kesamaan persepsi dan mau bergerak bersama. Maka kawan,  temukan 'squad/clan' dan berusahalah menjadi superteam untuk sebuah kebaikan, bukan (hanya) menjadi superman. Kedua adalah generasi (yg) tua akan berfikir bahwa pengalaman adalah pengetahuan paling berharga, padahal diera sekarang perubahan itu datang dengan begitu cepat dan masiv, maka masa depan akan sangat dinamis dan berubah dari kondisi yang lalu, maka jangan hanya sibuk menengok kebelakang tapi tataplah kedepan

Prof ODi#1 Edible Insect

Design by Media/Jaringan KSE 2017 Halooo, Assalammualaikum, senang sekali malam ini bisa bertatap chat dengan sarangers semuaa, semoga selalu sehat dan bahagia disana. Moderator: Sevi Ratna Sari 1. Mas Dodik, sebenarnya Edible Insect itu apa sih??? Temen2 pasti dah tau, secara bahasa mungkin dapat diartikan sebagai serangga yang dapat dimakan.Tapi dimensinya sangat luas, dengan inti adalah "Pangan". Dimensinya bisa ke arah bisnis, sosial masyarakat, kesehatan dan gizi, teknologi, konservasi. 2. Wah, luas sekali berarti ya mas...􀄃􀇏Moon cry􏿿  Jadi kalu mau dibuat spesifikasi, serangga pa saja mas yang berpotensi sebagai edible insect? Apakah semua serangga? Dan sebenarnya apa yang membuat serangga itu dapat dikonsumsi oleh manusia? Nah, ini juga yang waktu itu ditanyakan oleh dosen pembimbing skripsi (Drs. Ign. SUdaryadi, M.Kes) waktu awal-awal konsul. Menurut Van Huis et al. (2013) serangga yang dapat dikatakan sebagai edible adalah yang memenuhi kriteria:

Pasca Kampus dan Gaya Hidup

Sudah seharusnya dan sewajarnya pada masa post modern seperti sekarang kita merasakan masamasa pasca pendidikan, pendidikan formal khususnya. Karena pasca bangku sekolah sungguh banyak ladang ilmu yang masih perlu dicangkul, digali sari pati pelajarannya. Ilmuilmu praktis yang bisa langsung dipraktekkan dan seringkali langsung berdampak. Selain itu, pasca sekolah juga menjadi ladang, bagi merekamereka untuk mencangkul dan menanam harapan, menumbuhkan semangat dan menuai hasilnya, yg tidak hanya sendirian menikmatinya, tapi untuk bersama. Idealnya begitu. Tapi setelah menapakinya, tenyata masih hutan belantara, ladang yg ideal belum ditemukan. Ada beberapa kemungkinan, kita terjebak dan tersesat tanpa pernah membuat ladang itu terwujud, atau kita terpaksa menumpang ladang orang, menjadi follower saja. Atau pilihan yg kebanyakan millenial menyukainya adalah menjadi orang yg membuka lahan sendiri. Tapi ini berat kawan. Tapi bukan mustahil. Banyak sekali semak menyesatkan, lumpur pengh