Skip to main content

J.O.D.O.H


Dalam suatu masa hiduplah seekor Belalang jawa (Valanga nigricornis) walaupun dia soliter dia juga membutuhkan pasangan, sama seperti kamu. Demi mendapatkannya, dia berkeliling disekitar kebun dan illalang, belum bertemu dia berkeliling lagi, tak ketemu juga. Akhirnya dia bedoa, Ya Tuhanku, aku sangat kesepian, berikanlah aku seekor belalang (beda jenis kelamin) untuk menemaniku, mengisi hariku yang sepi, untuk bersama-sama mengarungi bahtera ilalalng ini Ya Tuhan. Begitu khusyuknya dia berdoa, hingga air mata menetes (Drama banget). Singkat cerita, dia melanjutkan hidupnya dengan berpegang pada 3 prinsip mencari jodoh yang dia dapat dari buku berjudul sama. 1) Selalu membuka hati, kita tidak tahu kapan jodoh akan menghampiri. 2) Berusaha, tidak cuma menunggu, siapa tau dia yang sedang menunggumu. 3) Sabar dan syukur, tetap ikhlas apapun yang terjadi. *resiko prinsip ditanggung sendiri (ditulis kecil, dipojok, bagian bawah buku halaman terakhir).
Akhirnya suatu hari, dia ada rapat, pembahan agenda akbar tahun ini bersama Belalang yang lain. –Loh bukannya soliter? – Meski soliter belalang jawa (Valanga nigricornis) memiliki kecenderungan untuk berkumpul.red. Nah, dia datang terlambat, disana ternyata sudah ada dua ekor belalang, cantik sekali, karena memang mereka betina, bisa kamu bayangkan kecantikannya?. Jelasnya hingga si Belalang jantan yang jadi tokoh utama ini terkesima, sekilas, karena dia tidak mau berpikir yang aneh-aneh, dia ingat nasehat kakeknya: Jangan berharap pada belalang, karena seringkali mengecewakan. Dia santai slow cool alon-alon. Rapat berjalan seperti biasa, karena harus bertukan kontak WA ya jadinya tukeran nomer deh semua belalang.
Apakah jodoh itu? Apakah belalang itu akhirnya tidak kesepian? Tanyalah pada ilalang yang bergoyang.
Yang jelas, dia (Si Belalang) berjodoh denganku, karena aku memang mencarinya untuk data Skripsi.
 “ Jodoh itu bertemu ”

T.H.E E.N.D

Sumber gambar: http://belalang-goreng.blogspot.co.id/2012/10/flora-fauna-belalang.html

Comments

Popular posts from this blog

Pemikiran berkembang

Ada dua hal yg menjadi catatan bergaris bawah (selain catatan lainnya) dr lembar 1-35 Buku Tourism marketing 3.0 yang sedang saya baca. Pertama adalah pergeseran dari individual ke social, dalam konteks ini adalah inisiatif pada masyarakat yg merata saat ini, yaitu masyarakat yg akses pendidikan, pengetahuan, jaringan, komunikasi dapat terjangkau oleh siapa saja, inisiatif dan perubahan tidaklah hadir dari satu orang superpower, tetapi merupakan kolektif dalam komunitas atau kelompok masyarakat yg mempunyai kesamaan persepsi dan mau bergerak bersama. Maka kawan,  temukan 'squad/clan' dan berusahalah menjadi superteam untuk sebuah kebaikan, bukan (hanya) menjadi superman. Kedua adalah generasi (yg) tua akan berfikir bahwa pengalaman adalah pengetahuan paling berharga, padahal diera sekarang perubahan itu datang dengan begitu cepat dan masiv, maka masa depan akan sangat dinamis dan berubah dari kondisi yang lalu, maka jangan hanya sibuk menengok kebelakang tapi tataplah kedepan

Prof ODi#1 Edible Insect

Design by Media/Jaringan KSE 2017 Halooo, Assalammualaikum, senang sekali malam ini bisa bertatap chat dengan sarangers semuaa, semoga selalu sehat dan bahagia disana. Moderator: Sevi Ratna Sari 1. Mas Dodik, sebenarnya Edible Insect itu apa sih??? Temen2 pasti dah tau, secara bahasa mungkin dapat diartikan sebagai serangga yang dapat dimakan.Tapi dimensinya sangat luas, dengan inti adalah "Pangan". Dimensinya bisa ke arah bisnis, sosial masyarakat, kesehatan dan gizi, teknologi, konservasi. 2. Wah, luas sekali berarti ya mas...􀄃􀇏Moon cry􏿿  Jadi kalu mau dibuat spesifikasi, serangga pa saja mas yang berpotensi sebagai edible insect? Apakah semua serangga? Dan sebenarnya apa yang membuat serangga itu dapat dikonsumsi oleh manusia? Nah, ini juga yang waktu itu ditanyakan oleh dosen pembimbing skripsi (Drs. Ign. SUdaryadi, M.Kes) waktu awal-awal konsul. Menurut Van Huis et al. (2013) serangga yang dapat dikatakan sebagai edible adalah yang memenuhi kriteria:

Pasca Kampus dan Gaya Hidup

Sudah seharusnya dan sewajarnya pada masa post modern seperti sekarang kita merasakan masamasa pasca pendidikan, pendidikan formal khususnya. Karena pasca bangku sekolah sungguh banyak ladang ilmu yang masih perlu dicangkul, digali sari pati pelajarannya. Ilmuilmu praktis yang bisa langsung dipraktekkan dan seringkali langsung berdampak. Selain itu, pasca sekolah juga menjadi ladang, bagi merekamereka untuk mencangkul dan menanam harapan, menumbuhkan semangat dan menuai hasilnya, yg tidak hanya sendirian menikmatinya, tapi untuk bersama. Idealnya begitu. Tapi setelah menapakinya, tenyata masih hutan belantara, ladang yg ideal belum ditemukan. Ada beberapa kemungkinan, kita terjebak dan tersesat tanpa pernah membuat ladang itu terwujud, atau kita terpaksa menumpang ladang orang, menjadi follower saja. Atau pilihan yg kebanyakan millenial menyukainya adalah menjadi orang yg membuka lahan sendiri. Tapi ini berat kawan. Tapi bukan mustahil. Banyak sekali semak menyesatkan, lumpur pengh