Saya ngeri sendiri membayangkan tentang berakhirnya sebuah
negeri, bukan detik ketika negeri itu berakhir, bukan. Tetapi menuju akhirnya,
sakitnya sebuah negeri yang akan mati, itu yang lebih mengerikan untuk
dibayangkan.
Tiap sore kamu menyaksikan bocah kecil riang berlarian
menuju mushola untuk ngaji A Ba Ta, mengeja bahasa Al-Qur’an, dan sekarang
hilang. Tiap pekan kamu melihat, juga terlibat, diacara carfree day yang
diadakan di jalan protokol kotamu, tapi sekarang tinggal puingpuingnya, orang
terlalu takut untuk keluar rumah, meski didalam rumahpun mereka masih saja
merasa ketakutan sebenarnya (tidak ada pilihkan). Jika sudah begitu, jangan
dengan lancangnya kamu membayangkan bisa jalan-jalan, menikmati hijaunya pegunungan,
atau duduk-duduk malas di kedai fried chicken bonafit itu.
Rasanya begitu egonya kita, membayangkan indahnya surga,
tapi menciptakan neraka didunia, sakitnya lagi itu hanya untuk diri sendiri,
orang lain entahlah. Apa tidak terbayang bagi kita, berapa saudara kita yang
tidak lagi bisa berangkat berjamaah ke masjid karena di rumah Allah itu, saat
sujud, minggu lalu bom meledak, teror dimana-mana.
Comments
Post a Comment